Bpk. Saripin dan Ibu |
Ulin “ Amengan “ Genang Penca
Satu lagi Pencak silat dari Surade
Sampurasun Dulur !!
Assalamualaikum !!
Seperti titik bara di tengah lautan begitulah mungkin kiasan yang
menggambarkan Bpk. Pani pimpinan paguron pencak silat Banteng Wulung yang
berada di Kp. Babakan Walahar Desa Pasiripis Kecamatan Surade Kabupaten
Sukabumi dalam mempertahankan warisan budaya leluhur pencak silat yang semakin
kesini semakin sedikit peminatnya.
Surade adalah sebuah
kecamatan di Kabupaten Sukabumi yang sebelah selatannya berbatasan langsung
dengan samudra hindia dan diapit oleh tiga kecamatan lainnya yaitu kecamatan
Ciracap sebelah barat, kecamatan Cibitung sebelah timur dan kecamatan
jampangkulon sebelah selatan, Kecamatan Surade bisa ditempuh dengan jarak
sekitar 99 km dari Kota Sukabumi. Melintasi jalan berkelok di perbukitan
menjadikan suasana perjalanan seperti halnya perjalanan wisata, dengan
pemandangan bukit teh, pinus dan perkebunan lainnya di sepanjang jalan. Jarak
lurus dari Kota Sukabumi ke Kecamatan Surade diperkirakan sekitar 30 km,
menjadi tiga kali lipat jaraknya dengan keadaan jalan yang berkelok. Sebagian
besar wilayah Kecamatan Surade adalah areal pertanian, persawahan dan
perkebunan. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani, sebagian lainnya banyak
yang bekerja di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Sukabumi, Dan lain lain.
Beliau adalah Bpk. Pandi selaku pupuhu Paguron Banteng Wulung, Bpk. Saripin selaku
pengajar utama sekaligus tukang kendang 1 (Inung), Bpk Dadang/Botol Tukang
Kendang 2 (Inung), Bpk Rahmat tukang Goong dan Bpk. Mastur Tukang Tarompet yang
masih melestarikan Pencak silat jenis amengan di Kp. Babakan Walahar Desa
Pasiripis kec. Surade, meski sempat vakum cukup lama tetapi karena kecintaan
beliau-beliau ini terhadap seni mendorong untuk terus maju dan tetap
mengajarkan seni silat ini kepada anak-anak Kp. Babakan Walahar, sempat
mengajarkan seni silat ini di beberapa kampung sebelumnya tetapi tidak bertahan
lama karena kurang nya dukungan dari para orang tua anak dan sesepuh lembur,
seakan hal semacam ini adalah hal yang tabu dan tertutup, tetapi untuk di Kp. Babakan
Walahar sekarang ini masyarakat dan sesepuh begitu antusias menitipkan
anak-anak nya untuk di didik seni silat Paguron Banteng Wulung, tidak hanya
dari kampung Babakan Walahar saja malah dari tetangga kampung pun banyak orang
tua yang merasa tertarik untuk menitipkan anaknya di pengajian Bpk. Kiyai Dadan
serta dilatih silat oleh Paguron Banteng Wulung.
Mang Dadang Botol |
Kang Agus ( belakang ) & Kang. Dedi ( Depan ) |
Ulin Amengan ini adalah ilmu yang turun temurun, orang tua Bpk.
Saripin pun adalah seorang pesilat, orang tua dari Bpk Saripin ( Aki Rosum. Alm
) orangtua nya pun mendapatkan ilmu ini dari orangtuanya lagi dan terus sampai
atas ke puncernya dan menurut kisah ulin amengan ini juga masih turunan dari
silat cimande dan memang kalau di lihat dari gerakannya seperti kemangannya
silat cimande, di Desa pasiripis ini hanya ada dua paguron silat, keduanya
mempunyai kesamaan dalam jenis dan gerakan tetapi ada sedikit perbedaan dalam
tetekonnya atau dalam jalurnya, entah ini mungkin dari sumber yang sama tapi
pengembang berbeda atau ada kemungkinan lain. Silat ini lebih menitik beratkan
pada keindahan gerak perpaduan ketukan musik genang penca dan lengkingan
terompet “ Da urang mah seniman, tong hayang ngajakan gelut tapi mun gelut kudu
meunang “ kata Bpk. Saripin, kalau di dalami lagi amengan ini sangat syarat
akan filsafat dan pangajaran dimana kita disuruh dzikir “eling” dalam setiap
gerakannya, dimana kita diajarkan syukur dan “muji” serta bagaimana caranya
menghargai para karuhun ( leluhur ). Karena sejatinya silat itu adalah kependekan
dari silaturahmi ( Manjangkeun babarayaan ).
Kang. Pani |
Ada hal unik dan mungkin ini sudah menjadi hal biasa di Kp. Babakan
Walahar ketika terdengar suara goong ditabuh anak-anak maupun orangtua langsung
mendekat berkumpul ke arah suara goong tersebut, mungkin karena sudah terbiasa
ketika ada jadwalnya latihan ( Malam Minggu dan Rabu ) anak-anak tidak usah diberikan
arahan dan panggilan lagi tinggal tabuh saja goong nya dan merekapun pasti
berkumpul, satu lagi menurut Bpk Saripin goong yang di pakainya itu adalah
goong “bangbara ngapung”, ada dua jenis goong dalam instrumen pencak silat,
goong bangbara ngapung dan goong ombak banyu, sekilas dari bentuk kedua goong
tersebut terlihat sama tetapi perbedaan yang signifikan adalah ketika goong itu
di tabuh, goong bangbara ngapung mempunyai suara lepas, lembut dan cenderung
stabil seperti suara kumbang terbang (bangbara ngapung) terdengar jelas sampai
jauh, sedangkan goong ombak banyu mempunyai karakter suara kuat, padat tetapi
bergelombang makanya goong ini disebut ombak banyu karna terdengar
berayun-ayun.
Malam Minggu Ba’da isya Team Berita Harian surade bersama Kang Agus
( Pemerhati Budaya Surade ) mengunjungi kediaman Bpk. Saripin, sudah menjadi biasa
tabuhan goong dan tepak-kan kendang penca menjadi pertanda mulai latihan, anak
laki-laki maupun perempuan anak anak sampai dewasa sudah berjejer rapih di
depan rumah Bpk Saripin tidak peduli hujan dan becek mereka bersemangat
berlatih, gerakan-gerakan yang begitu lincah seirama, dari mulai gerakan Tepak
Dua Paleredan, Tepak Tilu Golempang di akhiri padungdung dan di isi oleh
tepak-kan kendang dan goong tiupan terompet pun menambah ke khas-san ibingan tersebut.
Terkadang jika ada undangan dari acara hajatan atau acara lainnya Bpk. Saripin
suka membawa anak asuhannya manggung “ Haja nambah-nambah sumanget “ katanya.
Jika di dalami lebih jauh tentang budaya seni silat di daerah
Surade sebenarnya masih cukup banyak dan beragam, hanya saja sebagian kalangan
menganggap silat (isi) masih menjadi hal sakral dan tidak bisa sembarangan
orang menguasai dan mempelajrinya, karena kekhawatiran tidak semua orang mampu
membawa dan menguasai dirinya. “ anu bisa ngaji diri na “ kata Bpk. Saripin.