MAKALAH
ABDUL RAUF SINGKEL
Disusun
Oleh : Kelompok X
Ketua
: Ligar Pamungkas
Anggota
:
Insan
Nurjaman P
Mujib
Pahrezi
Bilah
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2
SUKABUMI
Jl.
Pasiripis Des. Pasiripis Kec. Surade Kab. Sukabumi 43179
2016
KATA PENGANTAR
Dengan
rahmat Allah. Yang maha kuasa kita dapat berdiri, bernafas, serta menghirup
udara segar. Sudah sepatutnya kita mensyukuri segala nikmat-Nya tersebut dengan
menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya.
Kemudian
dari pada itu, dengan datangnya makalah ini kita dituntun untuk dapat
mempelajari sehingga dapat mengetahui apa saja informasi yang terdapat di dalam
makalah ini.
Sejarah
adalah hal kejadian lama yang baik buruknya dapat kita pelajari sebagai bahan
menapaki kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang, sejarah islam
para wali penyebar islam sangat penting untuk kita pelajari karena banyak
pelajaran dan nilai – nilai kehidupan dari para ulia tersebut yang patut kita
contoh.
Akhir
kata, penyusun berharap dengan ini dapat menambah kreatifitas kita sebagai
pelajar khususnya dalam pelejaran agama islam. Sekian terima kasih.
Surade, 02 Nopember 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar
Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan
........................................................................................... 1
C. Tujuan
............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................
A. Biografi
Abdurrauf Singkel .............................................................. 2
B. Jasa
dan Hasi Karya Abdurrauf Singkel............................................ 4
C. Teknik
Dakwah Abdurrauf Singkel................................................... 5
D. Wafatnya
Abdurrauf Singkel............................................................ 6
BAB III PENUTUP......................................................................................
A. Kesimpulan........................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Syekh
Abdurrauf Singkil ( - Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) adalah seorang ulama
besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh yang besar dalam penyebaran
agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga
terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala).
Inilah
ulama besar yang ikut mewarnai sejarah mistik Islam di nusantara. Namanya
Sheikh Abdur Rauf Singkel, terkadang ditulis Abdur Al-Ra'uf Al-Sinkili. Mistik
Islam itu ia ajarkan melalui Tarekat Syattariyah. Tarekat Syatariyah sendiri
mulai muncul di India pada abad 15. Nama Syattariyah dinisbahkan kepada tokoh
yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, yaitu Abdullah Al-Syattar.
Tarekat Syattariyah pernah menduduki posisi penting lantaran tarekat ini
merupakan salah satu tarekat yang besar pengaruhnya di dunia Islam. Di
Indonesia, tarekat ini lalu dikembangkan oleh Sheikh Singkel.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
biografi kehidupan Abdurrauf Singkel?
2. Bagaimana
Teknik atau metode dakwah Abdurrauf Singkel?
3. Apasaja
jasa dan peninggalan Abdurrauf Singkel?
4. Bagaimana
beliau wafat ?
C. Tujuan
1. Untuk
dapat mengetahui Bagaimana biografi kehidupan Abdurrauf Singkel?
2. Untuk
dapat mengetahui Bagaimana Teknik atau metode dakwah Abdurrauf Singkel?
3. Untuk
dapat mengetahui Apasaja jasa dan peninggalan Abdurrauf Singkel?
4. Untuk
dapat mengetahui Bagaimana beliau wafat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Abdurrauf Singkel
1.
Kelahiran
dan Masa Kecil Abdurrauf Singkel
Nama
lengkap Abdul Rauf Al-Singkili adalah Amin al-Din Abdul Rauf ibn Ali al-Jawi
al-Fansuri As-Singkili. Dia diperkirakan lahir di Singkel, Kabupaten Aceh
Selatan pada 1620 M. Ayahnya seorang guru dan mubalig yang bernama Ali berasal
dari Persia atau Arabia yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir
abad ke-13. Sesuai dengan gelaran al-Fansuri, ibu Abdul Rauf berasal dari Desa
Fansur Barus. Sedangkan gelaran al-Singkili karena dia lahir di daerah Singkel,
Aceh. Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar agama Islam pada ayahnya sendiri.
Beberapa
literatur menyebutkan, ayah Singkel adalah kakak laki-laki dari Hamzah
Al-Fansuri, kendati tidak cukup bukti yang meyakinkan bahwa ia adalah keponakan
Al-Fansuri. Nama yang terakhir ini merupakan seorang ulama yang juga filsuf
yang terkenal dengan pantheismenya. Namun, ada pula yang menyatakan bahwa ayah
Singkel, yakni Syeikh 'Ali adalah seorang Arab yang telah mengawini wanita
setempat dari Fansur (Barus), sebuah kota pelabuhan tua di Sumatera Barat.
Keluarga itu lantas menetap di sana.
2.
Masa
Muda dan Pendidikan Abdurrauf Singkel
Abdurrauf
Singkil lahir di Singkil, Aceh pada 1024 H/1615 M, beliau memiliki nama lengkap
Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut
riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang
dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13. Pada masa mudanya, ia
mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada
ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah
haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur
Tengah untuk mendalami agama Islam.
Tercatat
sekitar 19 guru pernah mengajarinya berbagai disiplin ilmu Islam, selain 27
ulama terkemuka lainnya.Tempat belajarnya tersebar di sejumlah kota yang berada
di sepanjang rute haji, mulai dari Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman,
Jeddah, Mekah, dan Madinah. Studi keislamannya dimulai di Doha, Qatar, dengan
berguru pada seorang ulama besar, Abd Al-Qadir al Mawrir.
Mengenai
latar belakang pendidikannya, Abdul Rauf telah mempunyai dasar agama yang cukup
kuat. Barulah sekitar tahun 1642 beliau merantau ke tanah Arab. Kepergiannya
dikarenakan adanya kontroversi dan pertikaian antara Hamzah Fansuri dan
Syamsuddin Sumatrani dengan Nurudin ar Raniri dan para pengikutnya. Dengan
alasan ini mungkin sekali Abdul Rauf mengetahui semua permasalahan yang
mengakibatkan terjadinya pembakaran karya-karya Hamzah Fansuri. Akan tetapi,
ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kepergiannya ke tanah Arab untuk
menunaikan ibadah haji. Selama di tanah Arab, Abdul Rauf belajar kepada
sejumlah guru, ulama, dan tokoh mistik ternama di Jeddah, Makkah, Madinah,
Mokha, Bait al Faqih, dan tempat-tempat lain. Sebagai orang yang bisa dikatakan
paling berpengaruh pada diri Abdul Rauf adalah Syeikh Shafiuddin Ahmad
Al-Dajjani Al Qusyasyi, yakni guru spiritualnya di Madinah.
Darinya
Abdul Rauf mendapat ijazah dan khirqah untuk menjadi khalifah dalam Thariqat
Syaththariyyah dan Qadiriyyah. Abdul Rauf bukanlah sekadar ulama tasawuf, tapi
juga ahli ilmu-ilmu lahir seperti tafsir, fiqih, dan hadits. Perpaduan dua
bidang ilmu tersebut sangat memengaruhi sikap keilmuan Abdul Rauf, yang sangat
menekankan perpaduan antara syariat dengan tasawuf. Ia diperkirakan kembali ke
Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan mengajarkan serta mengembangkan tarekat
Syattariah yang diperolehnya. Murid yang berguru kepadanya banyak dan berasal
dari Aceh serta wilayah Nusantara lainnya. Beberapa yang menjadi ulama terkenal
ialah Syekh Burhanuddin Ulakan (dari Pariaman, Sumatera Barat) dan Syekh Abdul
Muhyi Pamijahan (dari Tasikmalaya, Jawa Barat). Karena pola pemikiran Abdul Rauf
menarik hati Sultanah Safiyyatudin yang saat itu memerintah Kesultanan Aceh,
Abdul Rauf akhirnya diangkat sebagai Qadi Malik al ‘Addil yang bertanggung
jawab atas administrasi masalah-masalah keagamaan. Abdul Rauf wafat pada tahun
1693 dan dimakamkan di dekat Kuala Sungai Aceh. Oleh karena itu, beliau
mendapat sebutan Teungku di Kuala. Kini, namanya diabadikan menjadi nama sebuah
perguruan tinggi di Aceh, yaitu Universitas Syaikh Kuala
3.
Mufti
Kerajaan
Selain
sebagai penulis yang produktif, Syekh Abdurrauf As-Singkili dipercayakan
sebagai mufti kerajaan Aceh pada masanya. Pengaruhnya sangat besar dalam
mengembangkan Islam di Aceh dan meredam gejolak politik di kerajaan tersebut.
Salah satu kebijakan populis pada abad pertengahan adalah restunya terhadap kepemerintahan
ratu-ratu di Aceh.
B.
Jasa
dan Hasil Karya Abdurrauf Singkel
Sepanjang
hidupnya, tercatat Singkel sudah mengggarap sekitar 21 karya tulis, terdiri
dari 1 kitab tafsir, 2 kitab hadits, 3 kitab fiqih dan selebihnya kitab ilmu
tasawuf. Bahkan tercatat kitab tafsirnya berjudul Turjuman al-Mustafid
(Terjemah Pemberi Faedah) adalah kitab tafsir pertama yang dihasilkan di
Indonesia dan berbahasa Melayu. Dia juga menulis sebuah kitab fiqih berjudul
Mi'rat at-Tullab fi Tahsil Ahkam asy-Syari'yyah li al Malik al-Wahhab (Cermin
bagi Penuntut Ilmu Fiqih pada Memudahkan Mengenal Hukum Syara' Allah) yang
ditulis atas perintah Sultanah. Sementara di bidang tasawuf, karyanya yakni
Umdat al-Muhtajin (Tiang Orang-Orang yang Memerlukan), Kifayat al-Muhtajin
(Pencukup Para Pengemban Hajat), Daqaiq al-Huruf (Detail-Detail Huruf) serta Bayan
Tajalli (Keterangan Tentang Tajali). Namun, di antara sekian banyak karyanya,
terdapat salah satu yang dianggap penting bagi kemajuan Islam di nusantara
yaitu kitab tafsir berjudul Tarjuman al-Mustafid. Ditulis ketika Singkel masih
berada di Aceh, kitab ini telah beredar luas di kawasan Melayu-Indonesia bahkan
hingga ke luar negeri. Diyakini oleh banyak kalangan, tafsir ini telah banyak
memberikan petunjuk sejarah keilmuan Islam di Melayu. Di samping pula kitab
tersebut berhasil memberikan sumbangan berharga bagi telaah tafsir al-quran dan
memajukan pemahaman lebih baik terhadap ajaran-ajaran Islam. Pada bagian lain,
pendapat Singkel terhadap paham wahdadul wujud dipaparkannya dalam karya Bayyan
Tajali. Karya ini juga merupakan usahanya untuk merumuskan keyakinan pada
ajaran Islam. Dia berujar bahwa betapapun yakin seorang hamba kepada Allah,
khalik dan mahluk tetap memiliki arti tersendiri.
C.
Teknik
Dakwah Abdurrauf Singkel
Secara
umum, Abdul Rauf ingin mengajarkan harmoni antara syariat dan sufisme. Dalam
karya-karyanya ia menyatakan bahwa tasawuf harus bekerjasama dengan syariat.
Hanya dengan kepatuhan yang total terhadap syariat-lah maka seorang pencari di
jalan sufi dapat memperoleh pengalaman hakikat yang sejati. Pendekatannya ini
tentu saja berbeda dari pendekatan Nuruddin al-Raniri yang tanpa kompromi.
Abdul Rauf cenderung memilih jalan yang lebih damai dan sejuk dalam
berinteraksi dengan aliran wujudiyyah. Maka, walaupun ia menentang aliran yang
diajarkan oleh Hamzah Fansuri itu, ia tidak menyatakannya secara terbuka.
Lagipula, ia juga tidak setuju dengan cara-cara radikal yang ditempuh oleh
Nuruddin (lihat Azyumardi Azra dalam Osman, 1997: 174).
Menariknya,
dalam karya-karyanya ia tidak menyebut Nuruddin al-Raniri, yang karya-karyanya
mungkin sekali telah dikenalinya, tetapi seolah-olah mengisyaratkan peristiwa
tragis yang pernah terjadi, melalui kutipan sebuah hadis: “Jangan sampai
terjadi seorang muslim menyebut muslim lain sebagai kafir. Karena jika ia
berbuat demikian, dan memang demikianlah kenyataannya, lalu apakah manfaatnya.
Sedangkan jika ia salah menuduh, maka tuduhan ini akan dibalikkan melawan ia
sendiri” (Johns dalam Braginsky, 1998: 476).
Dengan
caranya yang lebih damai ini, ia dapat menahan berkembangnya heterodoksi dalam
Islam yang disebabkan oleh tafsir yang kurang tepat terhadap ajaran Hamzah
Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani (Abdul Hadi WM, 2006: 241).
Penekanannya
tentang pentingnya syariat dalam tasawuf muncul dalam Umdat al-Muhtajin ila
Suluk Maslak al-Mufradin (Pijakan bagi Orang-orang yang Menempuh Jalan
Tasawuf). Di dalam kitab ini, Abdul Rauf menguraikan masalah zikir. Zikir
adalah dasar dari tasawuf dan karena itu merupakan metode yang penting dalam
disiplin kerohanian sufi. Abdul Rauf membagi zikir menjadi dua, yaitu zikr hasanah
dan zikir darajat. Zikir yang pertama tidak mengikuti aturan tertentu,
sedangkan zikir yang kedua terikat aturan yang ketat (Abdul Hadi WM, 2006:
241).
Abdul
Rauf mengajarkan dua metode zikir, yaitu zikir keras (jabr) dan zikir pelan
(sirr). Zikir keras dimulai dengan zikir nafiy (pengingkaran) dan isbat
(penegasan), yaitu mengucap la ilaha Illa Allah berulangkali. Zikir ini
mengandung penegasan untuk mengingkari selain Tuhan dan peneguhan bahwa
satu-satunya Tuhan adalah Allah Ta‘ala. Ini dapat dibaca juga dalam Syair
Perahu. Di samping itu terdapat zikir gaib dengan mengucap Hu Allah dan zikir
penyaksian (al-syahadah) dengan mengucapkan Allah, Allah. Zikir pelan dilakukan
dengan nafas teratur, dengan membayangkan kalimat la ilaha saat menghela nafas
dan illa Allah saat menarik nafas ke dalam hati. Tujuan zikir ini adalah
pemusatan diri, bukan untuk membayangkan kehadiran gambar Tuhan seperti dalam
praktik Yoga Pranayama (Abdul Hadi WM, 2006: 244-245).
D.
Wafatnya
Abdurrauf Singkel
Abdurrauf
Singkil meninggal dunia pada tahun 1693, dengan berusia 73 tahun. Ia dimakamkan
di samping masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh, desa Deyah Raya Kecamatan
Kuala, sekitar 15 Km dari Banda Aceh. Namanya kini dilakabkan menjadi nama
Universitas Syiah Kuala atau Unsyiah. Universitas itu berada di Darussalam,
Banda Aceh.
Syekh
Abdurrauf As-Singkili dipercaya memiliki dua makam. Satu berada di Desa Deah
Raya, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh. Satu lagi di Desa Kilangan, Singkil.
Makam di Singkil berada di bibir Krueng Singkil. Banyak peziarah mendatangi
makam ini, baik dari Aceh maupun dari luar daerah seperti Sumatera Barat.
Sementara
di Banda Aceh, lokasi makam Syiah Kuala berada di bibir Selat Malaka. Seperti
halnya di Singkil, lokasi makam ini juga banyak dikunjungi peziarah. Bahkan
makam dijadikan sebagai lokasi wisata religi di Tanah Rencong oleh pemerintah
daerah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Beliau adalah ulama besar ACEH dan tokoh
tassawuf dari Aceh yg pertama kali mengembangkan Ajaran Tharekat Syatariyah di
indonesia. Murid2 beliau banyak sekali,
tidak hanya dari Aceh tetapi jg dari berbagai daerah di indonesia. Diantara
murid beliau yg menjadi ulama masyhur adalah Syaikh Burhanuddin Ulakan RA,
Pariaman Sumbar. Beliau jg dikenal sbg ulama yg berhasil merekonsiliasikan
(mendamaikn dan menyatukan kembali) syariah dan tasawuf. Para cendikiawan
muslim abad ini mencatat beliau termasuk Ats-Tsalitsul Awal (3 tokoh pertama:
Syaikh Nuruddin Ar-Raniri RA, Syaikh Abdur Rauf As-Singkili RA, dan Syaikh
Muhammad Yusuf Makasar RA) sbg pembaharu islam di nusantara.
Syekh
Abdur Rauf RA lahir di Aceh tahun 1024 H/1615 M. Nama aslinya adalah Aminuddin
Abdur Rauf bin Ali Al-Jawi Al-fansuri As-Singkili. Beliau lahir di sebuah kota
kecil dipantai barat Sumatra. Ayah beliau yaitu Syekh Ali Al-Fansuri yang juga
saudara dari Hamzah Al-Fansuri, merupakan keturunan Syekh Al-Fansuri dari kalangan ulama Parsi yg menikahi seorang wanita setempat dari
Fansur (Barus) dan bertempat tinggal di Singkel, Al-Fansuri diberi kepercayaan
oleh kerajaan memimpin pusat pendidikan yang bernama Daya Blang Pria. Pada masa
pemerintahan Sultan Alaiddin Riayat Syah Said Mukammil, 997-1011 H/1589-1604 M,
dua orang keturunan Syekh Al-Fansuri itu ( Ali Al-Fansuri & Hamzah
Al-Fansuri ) mendirikan dua pusat pendidikan Islam di pantai barat tanah Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
PREDIKSI MANCHESTER CITY VS WEST HAM: WAJIB WASPADA
ReplyDelete