MAKALAH
SUBSIDI BENIH
Disusun
Oleh : Kelompok X
Ketua
: Ligar Pamungkas
Anggota
:
Insan
Nurjaman P
Mujib
Pahrezi
Bilah
MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2
SUKABUMI
Jl.
Pasiripis Des. Pasiripis Kec. Surade Kab. Sukabumi 43179
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat
Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan makalah selesai tepat pada waktunya, makalah ini
mengambil judul tentang “ KEBIJAKAN SUBSIDI
BENIH “.
Makalah ini berisikan
berbagai informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan pertanian
yang berada di wilayah ndonesia.
Penulis menyadari bahwa
makalah yang dibuat ini sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis
mohon kritik serta saran dari semua pihak yang bersifat membangun, serta
menjadi pembelajaran baru bagi penulis sendiri demi tercapainya kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, penulis
menyampaikan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Surade, 18 Juni 2015
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
B. Rumusan
maslaah
C. Tujuan
BAB
II PEMBAHASAN
A. Benih
bersubsidi dan peningkatan prosuksi pangan.
B. Alokasi
benih bersubsidi.
C. Program
subsidi benih.
D. Kedaulatan
atas benih.
E. Tersendatnya
penyaluran benih
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Awal tahun 2007
dicanangkan oleh pemerintah program peningkatan produksi beras nasional (P2BN)
bertujuan untuk menaikkan produksi beras melalui upaya terpadu, dengan komponen
utama adalah subsidi benih. Benih padi yang diberikan kepada petani adalah
benih unggul bermutu dan benih hibrida. Dalam konteks tersebut, pemerintah
membuka impor benih hibrida terutama dari China, namun tidak banyak mendapat
kontroversi seperti ketika mengimpor beras yang berujung pada hak interplasi di
DPR. Padahal dalam perspektif kedaulatan pangan, baik impor benih maupun dalam
bentuk beras sama sama menggerogoti kemandirian pangan bangsa.
Betapa sederhananya
ketika persoalan produksi beras direduksi pada masalah benih, karena masalah
sesungguhnya sangat kompleks. Terutama dalam konteks budidaya adalah kerusakan
lahan sawah yang terus menerus secara intensif menggunakan pupuk kimia dan
digelontor berliter liter pestisida. Bayangkan jika di karawang, ada 85.000
hektar maka kebutuhan pupuk tinggal mengalikan 2-3 kwintal perhektar, bahkan
petani sudah ada yang menggunakan sampai 5 kwintal per hektar. potensi varietas
seperti ciherang saja sesungguhnya jauh dari potensi produksinya dalam kondisi
rusak.
Namun P2BN tetap
mengganggap benih merupakan faktor utama sehingga dibuka kembangkan lah
persebarluasan benih hibrida. Seperti biasa, ketika benih hidrida dibuka naik
produksi dalam negeri maupun impor maka jelas perusahaan skala transnasional
yang menangkap peluang bisnis ini, selain perusahaan raksasa dalam negeri yang
tiba tiba “peduli” dengan sektor pertanian. melalui tumpangan subsidi negara,
mereka berupaya mengembangkan benih hibrida untuk disebarluaskan kepada petani
kita, namun dibalik itu mana ada perusahaan yang tidak ingin mengeruk
keuntungan untuk proyeksi jangka panjang. Dengan demikian maka sektor benih
yang dulu benar2 masih didominasi oleh BUMN dan Pemerintah, kini terbuka
penguasaan oleh korporasi.
B.
Rumusan
masalah
1.
Hubungan benih bersubsidi dan
peningkatan produksi pangan
2.
Bagaimana alokasi benih bersubsidi
3.
Program subsidi benih
4.
Tersendatnya alokasi benih bersubsidi
C.
Tujuan
1.
Mengetahui hubungan benih dan peningkatan
prosuksi pangan
2.
Mengetahui alokasi benih bersubsidi
3.
Mengetahui bagaimana program subsidi
benih
4.
Mengetahui masalah subsuidi benih
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Benih
bersubsidi dan peningkatan produktifitas pangan
Dalam upaya peningkatan
produktivitas dan produksitanaman pangan, benih mempunyai peranan yang sangat
strategis. Ketersediaan dan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat yang
memenuhi aspek kualitas dan kuantitas dibarengi dengan aplikasi teknologi budidaya lainnya seperti pupuk berimbang mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap produktivitas, produksi dan mutu hasil produk
tanaman pangan.
Untuk dapat mencapai
hasil sebagaimana yang diharapkan tersebut, salahsatu faktor yang berpengaruh
adalah ketersediaan benih varietas unggul bersertifikat sertapenggunaannya
secarakonsisten oleh petani dalam setiap usahataninya.
Pemerintah melalui
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan telah melakukan penandatanganan
kontrak/perjanjian subsidi benih tahun 2015 yang ditandatangani langsung oleh
PPK (Direktur Perbenihan) dengan Direktur Utama SHS dan Pertani bertempat di
ruang rapat (off room) Direktur Jenderal Tanaman Pangan Selasa, (10/03).
Alokasi subsidi benih
untuk benih padi (inbrida dan hibrida), benih jagung hibrida dan benih kedelai
dengan mutu yang terjamin bertujuan untuk meringankan beban petani membeli
benih tanaman pangan dengan harga terjangkau.
Adapun produsen benih
pelaksana PSO subsidi benih Tahun Anggaran 2015 adalah PT. Sang Hyang Seri
(Persero) dan PT. Pertani (Persero), sesuai Surat Menteri Badan Usaha Milik
Negara kepada Menteri Pertanian Nomor S-70/MBU/2/2015 tanggal 2 Februari 2015,
hal Persetujuan Penugasan Public Service Obligation (PSO) Dalam Rangka
Pelaksanaan Subsidi Benih 2015. Apabila ada produsen benih swasta/penangkar
benih yang ingin ikut serta dalam pelaksanaan subsidi benih, dapat dimungkinkan
dengan di bawah koordinasi PT. Sang Hyang Seri (Persero) dan PT. Pertani
(Persero) selaku produsen benih pelaksana PSO subsidi benih.
B.
Alokasi
Benih Subsidi
Jenis dan jumlah/volume
benih bersubsidi direncanakan berdasarkan anggaran yang tersedia.
Alokasi benih
bersubsidi Tahun Anggaran 2015 untuk masing-masing jenis benih per provinsi
sebagaimana Tabel 1. Sedangkan alokasi volume benih per kabupaten/kota
ditetapkan oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi.
Kriteria dan Prosedur
Penetapan Petani/Kelompok Tani Pembeli Benih Bersubsidi
Petani/kelompok tani
pembeli benih padi (inbrida dan hibrida), jagung hibrida dan kedelai
bersubsidi diutamakan petani/kelompok
tani yang tidak mendapatkan bantuan
benih dari sumber pendanaan lainnya dari pemerintah (pusat, provinsi, atau
kabupaten/kota).
Petani/kelompok tani
pembeli benih bersubsidi adalah kelompok tani yang sudah ditetapkan/dikukuhkan
oleh instansi berwenang.
Spesifikasi Teknis
Spesifikasi benih padi
inbrida, padi hibrida, benih jagung hibrida, dan benih kedelai adalah:
1.
Varietas unggul yang dilepas Menteri
Pertanian.
Benih
bersertifikat minimal kelas Benih Sebar (BR/ES) dengan standar mutu sesuai
peraturan yang berlaku. Sedangkan untuk kedelai benih bersertifikat minimal
kelas Benih Sebar 4 (BR 4) dengan standar mutu sesuai peraturan yang berlaku.
Benih
dikemas menggunakan bahan kedap air dan udara minimal poly ethylene (PE) 8-10
mikrometer, berat/volume benih per kemasan maksimal 10 kg, serta diberi tanda
tulisan BENIH BERSUBSIDI TAHUN 2015.
Jumlah
benih bersubsidi yang dapat dibeli maksimal 25 kg/ha dan untuk kedelai maksimal
50 kg/ha.
2.
Benih diterima petani maksimal 1 bulan
sebelum masa kadaluarsa label.
Sedangkan
harga benih (HB), subsidi benih dan harga eceran tertinggi (HET) benih
bersubsidi sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 166/Kpts/SR.120/3/2015/2015
tentang Harga Benih, Subsidi Benih dan Harga Eceran Tertinggi Benih Untuk
Komoditas Padi Inbrida, Padi Hibrida, Jagung Hibrida dan Kedelai pada kegiatan
Subsidi Benih Tahun Anggaran 2015. Sumber: Direktur Perbenihan Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan
C.
Program
Subsidi Benih
Keberadaan program
benih bersubsidi adalah
kegiatan untuk membantu petani agar dapat membeli benih bermutu dengan terjangkau.
Karena itu, agar program mencapai sasaran tersebut, pengawasan dari semua
pihak amat dibutuhkan.
Demikian diungkapkan
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Sumbar, Ir. Djoni dalam sosialisasi
Subisidi Benih di Padang baru-baru ini. Sosialisasi ini diikuti
seluruh stake holder Dinas
Pertanian termasuk dua BUMN
yang berperan dalam menyalurkan
benih bersubsidi, PT Sang Hyang
Sri dan PT, Pertani.
“Jangan sampai benih bersubsidi ini nanti dibawa ke heller dan digiling, kalau
terjadi kita semua bisa hancur.
Pengawasan amat penting dilakukan ,”
tegas Djoni.
Menurut Djoni, peluang
untuk memainkan benih bersubsidi ini sangat
terbuka. Soalnya selisih harga antara benih bersubsidi dengan padi yang
termurah di Sumbar saja masih cukup
besar. Harga HET benih padi bersubsidi hanya
Rp 2.024, sedangkan harga padi termurah seperti padi pesisir sudah diatas Rp 4.000. Belum lagi dibanding dengan harga padi
varietas unggul di daerah
yang cukup mahal. Sementara benih bersubsidi adalah jenis padi yang
bermutu.
“Ini tentu peluang besar
bagi orang untuk meraihkan
keuntungan, apalagi jumlah benih
bersubsidi ini cukup besar, mencapai 3700 ton,” tegas Djoni.
Sementara peran
benih bersubsidi ini untuk
mendukung peningkatan produksi,
katanya, sangat besar. Target peningkatan produksi
yang ditetapkan pemerintah untuk
Sumatera Barat tahun 2013 cukup
tinggi sekitar 120 ribu ton. “Angka 120 ribu ton bukanlah angka yang rendah. Kalau tidak
didukung penggunaan benih bermutu melalui subsidi benih, saya pesimis target itu bisa tercapai.
Karena itu ia meminta agar pengawasan
terhadap penyaluran benih bersubsidi harus diperhatikan betul,” tegas Djoni.
Sementara Kasubdit Perencanaan Direktorat Perbenihan Kementrian
Pertanian, Henni mengatakan, berbeda dari tahun-tahun sebelumnya
yang membantu petani dengan benih gratis, maka pada tahun
2013 ini Kementrian Pertanian menggantinya dengan subsidi benih. Hal itu
sesuai dengan Kepmentan Nomor 4340/Kpts/SR.120/6/2013 tanggal 10 Juni
2013.
Dalam program ini,
pemerintah mensubsidi harga terhadap benih bermutu sehingga
harga terjangkau oleh
petani . Ada lima jenis benih
yang akan disubsidi pemerintah (Daftar harga subsidi lihat tabel).
Kelima itu adalah Padi Inbrida, Padi
Hibrida, Jagung Hibrida, Jagung
Komposit dan Kedelai.
Untuk menyediakan benih bersubsidi, katanya, pemerintah juga telah menunjukan dua BUMN sebagai pelaksana
yakni PT Sang Hyang Sri dan PT. Pertani. “Benih bersubsidi tersebut dapat
berasal dari areal penangkaran milik Produsen Benih pelaksana PSO subsidi
benih, areal penangkaran kerjasama produksi atau kerjasama pemasaran dengan
penangkar benih/produsen benih swasta,”
ucapnya.
Sementara mekanisme
pelaksanaan penjualan dan penyaluran benih bersubsidi dilakukan dengan pola tertutup dimana Produsen
Benih pelaksana PSO subsidi benih akan menjual dan menyalurkan benih bersubsidi
sampai ke kelompok tani pelaksana SLPTT dan/atau di luar SLPTT.
Untuk membeli pupuk
bersubsidi, kelompok tani terlebih dulu
membuat DU PBB yang kemudian
disahkan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten setempat dan diajukan kepada Produsen Benih Pelaksana.
Selanjutnya Kelompok Tani membeli benih kepada yang dibuktikan Tanda bukti pembelian
benih bersubsidi berupa faktur penjualan
yang ditandatangani petugas Produsen Benih pelaksana PSO subsidi benih,
kelompok tani serta diketahui oleh
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota atau petugas yang ditugaskan
mewakili (atas nama Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota).
Untuk
pengawasan,katanya, ada dua pihak yang
sangat bertanggung jawab.
Pertama, untuk pengawasan, sertifikasi, produksi dan peredaran benih
dilakukan oleh petugas BPSB Tanaman
Pangan di wilayahnya masing-masing.
Kedua, pengawasan penyaluran Benih Bersubsidi, baik yang diproduksi di dalam
provinsi maupun yang didatangkan dari provinsi lain dilaksanakan Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.
D.
Kedaulatan
atas Benih
Benih adalah kehidupan
dan memegang peran kunci dalam proses produksi pertanian. Beberapa dekade lalu
tak dikenal pengatagorian benih seperti saat ini. Semua benih dipelihara,
dikembangkan, diseleksi, dikonservasi, dipertukarkan, serta diperjualbelikan
oleh dan di antara petani, terutama petani kecil. Baru mulai 1970-an terjadi
perubahan besar di bidang perbenihan, baik di level internasional maupun di
Indonesia. Benih yang mula-mula dikembangkan petani kecil dan komunitas lokal
mulai berpindah tangan ke tangan peneliti dan perusahaan.
Mulai saat itu dikenal
benih lokal, unggul, hibrida, dan benih transgenik. Benih yang merupakan
warisan bersama dan tak mengenal kepemilikan mulai ”dimiliki” terutama oleh
perusahaan raksasa benih. Proses ini difasilitasi berbagai konvensi
internasional, UU, dan peraturan kita untuk kepentingan segelintir perusahaan.
Saat ini, 90 persen
pasar benih internasional dan input pertanian serta 100 persen benih transgenik
dikuasai hanya oleh enam perusahaan multinasional (PMN). Di Indonesia, hampir
100 persen benih padi komersial dikuasai perusahaan, terutama perusahaan
nasional. Sekitar 90 persen benih jagung hibrida, 90 persen padi hibrida, dan
70 persen benih hortikultura dikuasai PMN.
Perkembangan yang
terjadi sejak 1970-an, selain berdampak pada pergeseran penguasaan benih, juga
berdampak pada penurunan drastis keanekaragaman hayati pertanian dan lenyapnya
varietas lokal. Tak hanya itu, spesies tanaman yang digunakan untuk pangan juga
menurun tajam. Bila di masa lalu sekitar 10.000 spesies tanaman digunakan untuk
pangan dan pertanian, saat ini 90 persen pangan untuk manusia disumbangkan
hanya oleh 120 spesies. Proses yang terjadi saat ini sangat berisiko bagi
pemenuhan kebutuhan pangan generasi mendatang. Perlu pendekatan holistik untuk
mengamankan produksi pangan bagi generasi mendatang, terutama terkait kebijakan
pertanian serta pemusatan perhatian kembali untuk meningkatkan harkat dan
kedaulatan petani.
E.
Tersendatnya
Penyaluran Subsidi Benih
Kementerian Pertanian
mengakui bahwa penyaluran benih bersubsidi hingga awal Mei ini masih minim, di
bawah 10%. Padahal, musim tanam April-September (Asep) sudah mulai berlangsung
di banyak daerah.
Meski demikian,
minimnya penyaluran benih bersubsidi ini bisa ditutup oleh pembagian bantuan
benih gratis untuk areal lahan padi seluas 1 juta Hektar. "Kalau benih
subsidi memang penyalurannya masih belum banyak karena sekarang ada benih
gratis juga yang 1 juta Ha padi," kata Dirjen Tanaman Pangan, Hasil
Sembiring, saat ditemui GATRAnews.
Selain bantuan benih
padi untuk areal lahan 1 juta Ha, ada juga benih gratis untuk lahan Gerakan
Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP PTT). Dengan begitu, dampak minimnya
penyaluran benih subsidi tidak terlalu dirasakan petani. "Ada benih gratis
untuk GP PTT, ada juga dari APBN-P untuk 1 juta Ha, ada juga benih subsidi.
Jadi orang milih-milih, tapi kita sudah mengarahkan supaya semuanya
diambil," ujarnya.
Hasil mengungkapkan,
minimnya penyaluran benih subsidi ini disebabkan oleh banyaknya daerah yang
belum mengajukan Daftar Usulan Pembelian Benih Subsidi (DUPBS). Jika belum ada
usulan dari daerah, benih subsidi tak bisa disalurkan karena alokasi
kebutuhannya belum jelas. "Saya inginnya teman-teman di daerah itu
bergerak, dana sudah ada, e-catalogue sudah ada, mau beli benih sudah ada,
tinggal jalan," ucapnya.
Karena itu, pihaknya
mendesak dinas-dinas pertanian di daerah agar segera merampungkan DUPBS.
Diharapkan benih subsidi bisa segera disalurkan paling lambat bulan Agustus.
"Paling tidak sekitar Agustus realisasinya. Benih tidak bisa disalurkan
kalau daerah belum menyusun DUPBS," Hasil menjelaskan.
Sebagai upaya mendorong
dinas-dinas petanian daerah untuk segera menyerahkan DUPBS, dia telah
menurunkan jajarannya ke 18 provinsi untuk menagih DUPBS. "Teman-teman
sekarang sudah ke 18 provinsi untuk menyosialisasikan ke daerah, meminta supaya
daerah segera menyiapkan DUPBS," tutur Hasil.
Di samping banyaknya
daerah yang belum mengajukan usulan, masalah lain yang menghambat penyaluran
benih ialah buruknya performa PT Sang Hyang Sri (SHS), salah satu dari 2 BUMN
yang ditunjuk untuk menyalurkan benih.
Namun, pemerintah tak
dapat menunjuk perusahaan swasta untuk menggantikan SHS karena benih subsidi
hanya boleh disalurkan BUMN. "Mereka (SHS) ada masalah. Tapi benih subsidi
itu kan nggak bisa disalurkan swasta, memang harus BUMN," katanya.
'Napas' SHS pun
bergantung pada pengadaan benih subsidi. Bila SHS tidak menyalurkan benih
subsidi, perusahaan tersebut tak memiliki pendapatan. "Kalau mereka nggak
ambil, mereka dapat duit dari mana? Hidup mereka kan dari situ," imbuh
Hasil.
Bila kinerja SHS dalam
penyaluran benih tak ada perbaikan, Hasil mengancam akan menyerahkan sepenuhnya
penyaluran benih subsidi pada BUMN lain yang juga ditugasi menyalurkan benih,
yakni PT Pertani. "Kan yang menyalurkan benih subsidi ada 2 BUMN (SHS dan
Pertani), di dalam kontrak kalau mereka tidak perform maka kita kembalikan ke
Pertani. Sebaliknya kalau Pertani nggak perform juga kita kasih ke SHS,"
pungkasnya.
Sebagai informasi,
tahun ini pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 939,4 miliar untuk
benih subsidi. Dana ini akan digunakan untuk subsidi benih padi inhibrida
sebanyak 98.500 ton dengan luas areal 3,9 juta Ha, benih padi hibrida 1.500 ton
untuk lahan 100 ribu Ha.
Juga untuk 1.500 ton
benih jagung hibrida dengan luas lahan 100 ribu Ha dan 15 ribu ton benih
kedelai untuk lahan 300 ribu Ha. Dengan adanya subsidi ini, biaya produksi yang
ditanggung petani bisa ditekan sehingga penghasilannya bertambah.
Sebagai gambaran,
petani hanya membeli benih padi inhibrida yang disubsidi seharga Rp 3.050/kg,
padahal harga benih padi inhibrida di pasar bebas mencapai kisaran Rp 9.000/kg.
Untuk pengadaan dan penyaluran benih subsidi, pemerintah telah menunjuk 2
perusahaan pelat merah, yaitu PT SHS dan PT Pertani.
Kedua BUMN perbenihan
ini ditunjuk langsung dengan Perpres Nomor 172 Tahun 2015. Penunjukan langsung
bertujuan agar pengadaan dan penyaluran benih bisa lebih cepat realisasinya.
Diharapkan benih tiba tepat pada waktu memasuki masa tanam.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Salah satu kebijakan
yang ditempuh pemerintah adalah kebijakan subsidi yang hampir pasti akan
dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, kebijakan subsidi yang saat ini tidak
pro-petani bisa dikemas menjadi kebijakan yang mampu meningkatkan harkat dan
kedaulatan petani. Dalam berbagai pertemuan petani yang penulis hadiri,
penolakan terhadap kebijakan subsidi benih dan pupuk semakin sering disuarakan
petani. Kebijakan itu dipandang hanya mengamankan dan menguntungkan produsen
benih dan pupuk. Padahal, petani memiliki kapasitas memproduksi benih dan
pupuk, terutama pupuk organik dan hayati sendiri.
Terkait benih,
kapasitas yang dimiliki petani kecil saat ini 23,6 kali lipat (2.360 persen)
dibanding gabungan peneliti dan perusahaan benih. Kapasitas ini praktis tak
pernah dimanfaatkan pemerintah. Banyak kelompok tani di sentra produksi pangan
di 16 wilayah/provinsi di Indonesia memiliki kemampuan, pengetahuan, serta
menguasai teknik pemuliaan tanaman dan penangkaran benih yang sama dengan
perguruan tinggi, lembaga penelitian, ataupun perusahaan.
Selama ini, petani
penangkar benih hanya jadi buruh perusahaan benih dengan posisi tawar rendah.
Pemegang kontrak produksi adalah perusahaan. Subsidi benih perlu dialihkan
sebagian melalui kerja sama produksi benih langsung dengan petani
pemulia/penangkar benih.
UU dan peraturan yang
selama ini berpotensi mengkriminalkan petani pemulia/penangkar benih juga
direvisi. Hingga saat ini tak ada catatan bahwa benih yang dihasilkan petani
berkualitas buruk. Benih yang mereka hasilkan justru sangat potensial
meningkatkan produksi pangan Indonesia karena adaptif dengan lingkungan lokal
dan tahan terhadap cekaman lingkungan, hama, dan penyakit. Pola ini sekaligus
akan menyelamatkan berbagai varietas karya petani dan varietas lokal.
B.
Saran
Kebijakan pemberian
subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh oleh
pemerintah dalam konteks kebijakan fiskal telah menjadi persoalan yang
dilematis. Di satu sisi pemerintah dituntut untuk mengurangi jumlah subsidi
pupuk dan benih secara bertahap sehingga beban APBN dapat dikurangi demi
terwujudnya fiscal sustainability. Di sisi lain pengurangan susbidi pupuk dan
benih tentu akan membawa implikasi naiknya harga pupuk dan benih di dalam
negeri di samping skim subsidi harga yang selama ini diberikan selama ini
dirasakan masih kurang memenuhi rasa keadilan karena belum menunjukkan
keberpihakan kepada petani sebagai produsen. Hal inilah yang seringkali
mengundang berbagai reaksi di tingkat publik.
Dengan berbagai kondisi
yang ada selama krisis global, Pemerintah terus berusaha memenuhi kebutuhan
pupuk dan benih kepada petani, dan menyediakan harga yang terjangkau pada saat
musim tanam. Dengan demikian, petani berharap harga jual produksinya dapat
dibeli dengan harga yang tinggi agar tingkat pendapatan dan kesejahteraannya
semakin meningkat. Dalam memenuhi upaya tersebut, Pemerintah dituntut untuk menyesuaikan
skim subsidi pupuk dan benih dan menyalurkannya tepat sasaran. Selama subsidi
pupuk dan benih diberikan, maka ketepatan penyalurannya menjadi syarat mutlak
agar kebijakan fiskal berjalan efektif.
Dalam penentuan harga,
petani sebagai produsen utama seringkali menjadi kelompok penerima harga yang
ditentukan oleh pelaku-pelaku yang tidak bertanggung jawab. Instansi atau
lembaga pemerintah yang menangani pelaksanaan subsidi pupuk dan benih, baik
dalam penentuan harga eceran tertinggi (HET) terhadap pupuk, benih dan gabah
sampai saat ini belum melakukan koordinasi sesuai dengan harapan seluruh pihak.
Di samping itu, masih terlihatnya tumpang tindih kebijakan antar instansi
pemerintah menyebabkan subsidi belum efisien dan efektif. Hal yang paling mengejutkan
adalah sampai saat ini belum ada kerangka model subsidi pertanian tehadap pupuk
dan benih yang komprehensif dan teruji serta mampu menghasilkan model subsidi
pupuk dan benih serta kebijakan harga yang tepat, efektif dan efisien.
DAFTAR
PUSTAKA