KATA PENGANTAR
Dengan
nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji hanya milik
Allah SWT. Shalawat serta salam tak lupa saya haturkan keharibaan junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW. Atas rahmat dan karunia Allah SWT sehingga saya dapat
menyelesaikan Makalah Sejarah Peradaban Islam yang berjudul “Perjanjian
Hudaibiyah”.
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak baik dukungan, motivasi yang sangat besar nilainya. Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah ikut andil dalam penyusunan
makalah ini.
Dalam
penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari
sempurna meskipun disertai dengan usaha dan upaya semaksimal mungkin. Oleh
karena itu saya mengharapkan saran yang konstruktif dan diterima dengan hati
yang lapang.
Dan
akhirnya kepada Allah SWT jualah segala usaha saya dan semoga makalah yang
sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Amiiin…
Surade, 30 Nopember
2015
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar
Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan
............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASA ...............................................................................
A. Pengertian
Perjanjian Hudaibyah ...................................................... 2
B. Penyebab
terjadinya .......................................................................... 2
C. Faktor
yang mendorong Terjadinya Perjanjian ................................. 4
D. Hikmah
dari Perjanjian ..................................................................... 4
BAB III PENUTUP .....................................................................................
A. Kesimpulan
....................................................................................... 7
B. Saran
................................................................................................. 7
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kita
yakini Rasulullah sebagai sebaik-baiknya suri tauladan (uswatun hasanah), dari
berbagai sisi kehidupan beliau. Sebagai seorang suami dan kepala rumah tangga,
beliau adalah seorang suami dan ayah ideal. Sebagai seorang yang dititipi
amanah, maka satu unsur yang membuat beliau digelari al-amin karena amanah itu
dijaga dengan sangat baik. Sebagai penengah perselisihan, maka solusi dari
beliau bukan saja mencegah perang saudara antar Quraisy, tapi juga mencari
solusi yang menentramkan mereka semua. Di antaranya ketika hajar aswad
berpindah dari tempatnya, dan semua pihak merasa paling berhak dalam
mengembalikan ke tempat semula. Begitu pula sebagai pemimpin, beliau adalah
sebaik baiknya pelayan umat, pandai berdiplomasi, dan dalam situasi khusus,
sebagaimana nabi-nabi yang lain seperti Daud Alaihi Salam, beliau adalah sebaik
baiknya pemimpin perang. Allahumma sholi wassalim wabaarik alaihi. Satu episode
perjuangan Rasulullah yang terkenal mengagetkan sahabat-sahabat beliau, yaitu
Perjanjian Hudaibiyah. Dari mana hal ini kita pahami? Mari kita selami sekilas
tentang perjanjian Hudaibiyah
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah terjadinya perjanjian Hudaibiyah
2. Bentrokan-bentrokan
kecil apa saja yang terjadi setelah terjadinya perjanjian Hudaibiyah sampai
kota Mekkah aman?
3. Bagaimana
sejarah pembebasan Kota Makkah?
C.
Tujuan
Makalah
1. Mengetahui
sejarah terjadinya perjanjian Hudaibiyah.
2. Mengetahui
pemberontakan-pemberontakan kecil sekitar terjadinya perjanjian Hudaibiyah.
3. Mengetahui
bagaimana terjadinya fathul Makkah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perjanjian Hudaibiyah
Perjanjian
Hudaibiyyah (صلح الحديبية) adalah sebuah perjanjian yang di adakan di sebuah
tempat di antara Madinah dan Mekkah pada bulan Maret 628 M atau pada bulan Dzul
Qa’dah tahun ke-6 hijriyah. Hudaibiyah itu sendiri adalah nama sebuah tempat
yang berjarak 22 km sebelah barat daya Makkah, sisi-sisinya termasuk perbatasan
tanah haram Makkah dan sebagian besar tidak termasuk.[2]
Adapun
garis besar Perjanjian Hudaibiyyah berisi : "Dengan nama Tuhan. Ini
perjanjian antara Muhammad SAW dan Suhail bin 'Amru, perwakilan Quraisy. Tidak
ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti
Muhammad SAW, diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti
Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau
berpenjaga, jika mengikuti Muhammad SAW tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi
ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan
dikembalikan. Tahun ini Muhammad SAW akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan,
mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari.
Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka
haruslah tidak bersenjata saat memasuki Makkah"
B.
Penyebab
terjadinya Perjanjian Hudaibiyah
Sejak
hijrahnya kaum Muslimin dari Mekkah ke Madinah, kaum Quraisy mulai berulah
melakukan kejahatan besar terkait dengan hak kaum Muslimin, yaitu dengan
melarang mereka masuk ke kota Mekkah, dan menghalangi mereka untuk mengunjungi
ka’bah dan berhaji yang sejak lama menjadi syariat bagi bangsa Arab, karena
sesungguhnya Nabi Ibrahim AS lah yang telah membangun ka’bah dan menyerukan
umat manusia berkunjung ke sana. Dan Allah SWT telah menjadikannya sebagai
tempat bersimpuh dan tempat yang aman bagi manusia.
Dan
sesungguhnya telah turun beberapa ayat yang menggambarkan tentang kedzhaliman
yang menimpa kaum Muslimin, di antaranya Allah SWT berfirman : “ Kenapa Allah
tidak mengazab mereka padahal mereka menghalangi orang untuk (mendatangi)
Masjidilharam, dan mereka bukanlah orang-orang yang berhak menguasainya?
orang-orang yang berhak menguasai(nya) hanyalah orang-orang yang bertakwa.
tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui.
Telah
berlaku kurang lebih enam tahun setelah hijrah, kaum Muslimin terus melakukan
jihadnya, terkadang mereka berhadapan dengan Quraisy, terkadang berhadapan
dengan Yahudi. Yang jelas di tengah kemelut peperangan islam tetap tersebar dan
semakin bertambah jumlah pengikutnya. Hal itu menyebabkan mereka semakin rindu
untuk datang ke Masjidil Haram, yang di dalamnya terdapat Ka’bah, banguan yang
diwariskan oleh nenek moyanh mereka, dan menjadi kiblat mereka dalam shalat.
Mereka mempelajari situasi yang dapat memungkinkan mereka masuk ke kota Mekkah.
Gayung pun bersambut, keinginan kuat mereka ternyata diperkuat pula oleh
Rasulullah SAW, di mana beliau bermimipi bahwasanya Ia dan kaum Muslimin
memasuki kota Mekkah dalam keadaan aman seraya mencukur dan memendekkan
rambutnya dan mereka tidak merasa takut sedikitpun. Hanya saja bagaimana hal
itu dapat dilakukan sementara kaum Musyrikin gencar menghalangi mereka untuk
menziarahi ka’bah, mereka bertekad lebih baik mati dari pada membiarkan kaum
Muslimin masuk ke kota Mekkah.
Oleh
karena itu Rasulullah SAW menyusun rencana untuk dapat memasuki kota Mekkah,
dengan menempuh cara yang bijaksana dan proses yang damai, beliau hanya ingin
menunjukan bahwa kaum Muslimin punya hak untuk memasuki kota Mekkah dan
mengunjungi Ka’bah, beliau ingin memberikan pengertian kepada Musyrikin Quraisy
bahwa dirinya bukanlah Raja yang akan menguasai dan menjajah mereka, sehingga
mereka harus melakukan perlawanan dan menghalangi siapa saja yang ingin
memasuki kotanya. Dan karenya Rasulullah SAW kemudian memaklumatkan kepada kaum
Muslimin bahwa maksud kedatangan mereka ke kota Mekkah hanya semata untuk umroh,
bukan untuk memerangi mereka.
Pada
bulan Dzul Qa’dah tahun keenam hijriyah, Rasulullah SAW keluar bersama kurang
lebih 1400 personil dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dan ikut serta juga
sejumlah komunitas Arab yang tinggal di pinggiran kota Madinah yang mereka
temui dalam perjalanan. Mereka mulai mengenakan Ihram dari Dzil Halifah,bersma
mereka disertakan pula kurang lebih 70 ekor hewan sembelihan kurban, sebagai
pengagungan dan penghormatan terhadap Baitullah, hal ini semata-mata untuk
menekankan kepada Quraisy bahwa mereka datang bukan untuk berperang, namun
semata ingin berziarah kea Baitullah dan mengagungkannya, oleh karena itu
mereka tidak membawa persenjataan, kecuali persenjataan musafir saja, yaitu
sebilah pedang yang tersimpan di dalam sarungnya.
C.
Faktor-Faktor
Yang Mendorong Dilakukannya Perjanjian Hudaibiyah
Kesediaan
orang-orang Makkah untuk berunding dan membuat perjanjian dengan kaum muslimin
itu benar-benar merupakan kemenangan diplomatik yang besar bagi umat islam.
Dengan perjanjian, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan Makkah sudah makin
terbuka untuk merebut dan menguasai Makkah agar dapat menyiarkan Islam
kedaerah-daerah lain, ini merupakan target utama beliau. Ada dua faktor dasar
yang mendorong kebijaksanaan ini yaitu :
1. Makkah
adalah pusat keagamaan bangsa Arab dan melalui konsolidasi ini, Islam bisa
tersebar keluar.
2. Apabila
suku nabi sendiri dapat diislamkan, Islam akan mendapat dukungan yang kuat
karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar.
Tidak
diragukan lagi bahwa Perjanjian Hudaibiyah adalah suatu kemenangan yang nyata.
Sejarah pun mencatat bahwa isi perjanjian ini adalah suatu hasil politik yang
bijaksana dan pandangan yang jauh, yang besar sekali pengaruhnya terhadap masa
depan Islam dan masa depan orang-orang Arab itu semua. Ini adalah yang pertama
kali pihak Quraisy mengakui Muhammad, bukan sebagai pemberontak terhadap
mereka, melainkan sebagai orang yang tegak sama tinggi duduk sama rendah. Dan
sekaligus mengakui pula berdirinya dan adanya kedaulatan Islam itu. Kemudian
juga suatu pengakuan bahwa Muslimin pun berhak berziarah ke Ka’bah serta
melakukan ibadah haji, bahwa Islam adalah agama yang sah diakui sebagai salah
satu agama di jazirah itu. Selanjutnya gencatan senjata yang selama sepuluh
tahun membuat pihak Muslimin merasa lebih aman dari jurusan selatan tidak
kuatir akan mendapat serangan Quraisy, yang juga berarti membuka kesempatan
bagi Negara Islam Madinah untuk berkonsentrasi menyebarkan dakwah Islam ke arah
utara Jazirah Arab.
Kenyataan
lain adalah setelah persetujuan perletakan senjata itu dakwah Islam tersebar
luas berlipat ganda lebih cepat daripada sebelumnya. Hampir seluruh jazirah
Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan menggabungkan diri dalam Islam.
Jumlah mereka yang datang ke Hudaibiyyah ketika itu sebanyak 1400 orang. Tetapi
dua tahun kemudian, tatkala Muhammad saw hendak membuka Mekah jumlah mereka
yang datang sudah 10.000 orang.
Peristiwa-peristiwa
yang telah terjadi tersebut membuktikan ketepatan kebijakan Rasulullah
saw, Membuktikan pula bahwa ketika
Rasulullah membuat Perjanjian Hudaibiyah Rasulullah saw telah meletakkan dasar
yang kokoh sekali dalam kebijaksanaan politik dan penyebaran Islam.
D.
Hikmah
Dari Perjanjian Hudaibiyah
Dengan
adanya perjanjian Hudaibiyah, ternyata mendatangkan hikmah yang begitu besar
bagi kaum Muslimin, diantaranya adalah:
Bebas
dalam menunaikan agama Islam.
1. Tidak
ada teror dari Quraisy.
2. Mengajak
kerajaan-kerajaan luar seperti Ethiopia-afrika untuk masuk Islam.
3. Sebagai
dasar yang kokoh dalam politik penyebaran Islam.
4. Nabi
mempunyai kesempatan yang lebih leluasa dalam mengkonsolidasikan masyarakat
Islam
5. Nabi
mempunyai waktu yang leluasa untuk lebih memfokuskan perhatian pada penyebaran
Islam kepada kabilah-kabilah Arab lainnya.
6. Mengajak
kepada raja-raja dan kaisar-kaisar untuk memeluk Islam dengan cara mengirimkan
surat-surat kepada penguasa-penguasa tersebut, seperti kepada Kisra sebagai
raja Persia dengan utusan Abdulloh bin Khudzafah, kepada Heraclius penguasa
Romawi dengan utusan Dihyah bin Khalifah Al-Kalbi, kepada Mauquqis raja Mesir
dengan utusan Khatab bin Abi Balti’a, kepada Najasyi raja habsyah dengan utusan
Amr bin Umayyah Add-Dhamri, kepada Al-Harits Al-Ghassani di Syam, dan raja
Amman pemilik Yamamah, serta Al-Mundzir sebagai hakim Bahrain. Seluruhnya surat
Nabi berjumlah 105 buah surat.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Dari
pembahasan diatas maka dapat kita ambil sebuah kesimpulan bahwa Perjanjian
Hudaibiyyah merupakan sebuah komitmen
yang di adakan di sebuah tempat di antara Madinah dan Makkah sebagai senjata
bagi umat islam untuk memperkuat dirinya.
Dengan
menelaah secara teliti penggalan siroh nabawiyah ini pula, akan semakin
menambah keyakinan kita bahwa memang Islam adalah agama yang sempurna, tidak
ada satupun celah yang tertinggal, kecuali Islam telah memberikan solusinya
dengan tepat dan mantap melalui perjanjian ini.
B.
Saran
Semoga
makalah singkat ini dapat memberikan kontribusi kepada kita semua dan saya
sebagai pemakalah mengakui bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
saya mengharapkan kepada pembaca saran yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
Mahdi Rizqullah, Biografi Rasulullah, Jakarta: Qisthi Press, 2008, Cet. Ke-3.
al-Umuri,
Akram Dhiya’, Shahih Sirah Nabawiyah, Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2010, Cet.
Ke-1.
az-Zaid,
Zaid bin Abdul Karim, Fikih Sirah, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2009, Cet.
Ke-1.
Hisyam,
Ibnu, as-Siroh an-Nabawiyah, Beirut: Dar Ihya’ at-Turots al-Arobiy, 1997, Juz
3, Cet. Ke-2.
Yatim,
Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.